Title : Experience Of Jewel
(Season III) Part 5
Genre : Friendship, Inspiratif, Melodrama
Story by : Chikafusa Chikanatsu
Kemampuan manusia memang selalu ada batasnya. Hal yang kita anggap mustahil mungkin bisa saja dengan mudahnya dilakukan oleh orang lain melalui bakatnya. Namun bagi mereka yang tidak berbakat, apa bisa melakukannya? Dengan bekerja keras, niat yang kuat, apa hanya itu saja sudah cukup? Ini sama saja berjalan tanpa sepasang kaki, Pikir Sonya. Tepat didepan sebuah pintu masuk menuju ruang casting, perasaan gelisah serta gugup membayang banyangi Sonya. Diantara teman satu kawanannya, hanya dialah yang tertarik untuk mengikuti casting sebuah Film.
Disaat yang bersamaan, Sonya harus menerima kenyataan bahwa orang yang membuat kesal mesti harus berada diruang casting yang sama. Rica berada diposisi nomor 47, sedangkan Sonya ada di angka 48. Mereka berdua bersama disatu ruangan casting. Dipimpin oleh seorang sutradara yang sudah sangat berpengalaman dalam menilai kualitas akting dari para peserta.
Sonya maupun Rica, keduanya diberikan sebuah naskah berukuran satu lembar halaman untuk mempelajari adegan yang akan mereka tunjukkan. Naskah tersebut berisikan watak tokoh, meliputi prontagonis (tokoh yang menampilkan perilaku baik) yang jatuh pada diri Rica, sedangkan antagonis (tokoh yang berperilaku jahat ) ada pada peran Sonya. Setelah diberikan waktu selama lima menit untuk mencerna tulisan dari naskah tersebut, mereka dituntut untuk bisa melakukan sandiwara dengan sebaik baiknya.
"Dalam hal ini, Saya akan menilai akting kalian berdasarkan 5 faktor, yakni konsentrasi, imajinasi, emosi, penghayatan serta artikulasi. Pahami betul apa yang tertulis dinaskah dan lakukanlah seolah olah kalian berada ditengah tengah cerita tersebut. Apapun adegan yang akan kalian lakukan, jangan pernah takut atau malu malu dalam menyampaikannya, karena saya tidak akan segan segan untuk menendang kalian dari dunia akting. Aktris? Jangan harap memimpikannya jika kalian sendiri tidak bisa menggapainya dengan sungguh sungguh." Kata Sutradara memberi sedikit arahan.
Sutradara itu siap untuk menghitung mundur, Sonya serta Rica pun sudah ada diposisi masing masing. Sonya menarik nafas dalam dalam, ia memandang tajam Rica, dan berpikir bahwa dia bisa melakukannya dengan baik.
"3...2...1... Action!"
Dalam naskah tersebut, Rica berperan sebagai pemeran utama yang disandera oleh pihak oposisi, yakni Sonya. Sonya mulai berimajinasi, ia menggerakkan tangannya seperti sedang menodong pistol kearah Rica, Sonya memasang wajah killer serta tatapan yang amat tajam. Sonya mulai mengucapkan dialognya.
"Apa yang dilakukan rekan rekanmu saat ini sudah tidak ada artinya. Kini nyawamu sudah ada dalam genggamanku. Seberapa keras kamu memohon padaku, aku tidak akan sedikitpun untuk mengampunimu. Dengan pistol ini, aku akan membuat dunia ini tunduk. Aku akan mulai menyingkirkan orang orang yang sudah menghalangiku dengan tanganku sendiri." Ucap Sonya bersandiwara, masih belum terlihat emosi yang cukup dari wajah Sonya dalam menyampaikan dialog, pikir Sutradara.
Rica membalas Dialog Sonya. Dalam sekejap Rica bisa membuat matanya tampak berkaca kaca memandang tajam Sonya. "Mengapa kamu berubah jadi seperti ini? Aku ini temanmu yang sama sama menjalani kesusahan bersama dimasa lalu. Kamu pernah bilang, bahwa kamu akan mengubah dunia kejalan yang lebih baik dengan mengusir orang orang jahat, namun kenyataannya kamu pun ada diposisi orang jahat tersebut. Apa dengan membalas dendam maka kamu akan bahagia? Apa yang akan kamu lakukan setelah balas dendam? Bunuhlah aku, bukankah aku sudah tidak berguna lagi? Cepat bunuh aku!" Teriak Rica dalam tangisnya.
Konsentrasi Sonya buyar, ia begitu kagum oleh akting Rica saat itu, sampai sampai dialog yang akan diucapkan Sonya malah tak ia ucapkan. Membuat Sutradara membentaknya. "Apa yang kamu lakukan? Kenapa diam saja?"
"Maafkan aku..." Balasnya. Rica memandang tajam Sonya, kali ini mereka sedang tidak dalam sandiwara. Rica mendesis. "Aktingmu sungguh buruk, Kamu hanya akan membuang banyak dana dalam pembuatan Film itu."
Sonya mengepal kedua tangannya, ia kesal namun tidak ada kalimat yang akan membantunya membalas Rica, Sonya sadar bahwa ia tidak ada apa apanya dibanding Rica. Sonya hanya terdiam dibalik wajah mendungnya.
Tidak ada adegan ulangan, Lantas sutradara tersebut menyoreng nama Sonya dari list dengan kejamnya. Rica yang ada disebelahnya malah memanas manasin Sonya. "Dunia Entertainment sungguh kejam, bukan? Mereka yang tidak berbakat akan segera ditendang pahit pahit. Aku akui bahwa kamu mahir dalam dunia tari, namun kamu tidak bisa menguasai duniaku, aku pastikan bahwa aku yang akan menjadi pemeran utama dalam film tersebut." Kata Rica pada Sonya sambil meninggalkannya.
Sonya masih terdiam ditempatnya, kemudian ia menghampiri Sutradara itu dengan wajah kesalnya. "Apa anda juga berpikiran bahwa yang tidak berbakat akan mustahil melakukannya? Apa anda bisa menjelaskan itu padaku?" Tanyanya.
"Saya tidak berpendapat dengan apa yang kamu bilang barusan. Hanya saja dalam hal ini, pengalamanlah yang paling penting." Jawabnya singkat.
Sonya tetap tegar, pendiriannya tidak dapat diubah dengan mudah, ia kembali melawan sutradara yang ada dihadapannya. "Aku tahu bahwa aku ini pemula, dan bahkan aku sama sekali belum mendapatkan penghargaan dibidang itu, tetapi apa anda tidak dapat mempertimbangkannya? Bukankah anda juga belum tahu pasti bahwa yang berpengalaman akan selalu mendapat rating tinggi? aku tahu anda sudah sangat berpengalaman menjadi sutradara bertahun tahun dan banyak menerima penghargaan, namun apa anda yakin bahwa Film yang akan anda buat akan selalu berada diposisi pertama? Tidak, bukan? Maka dari itu ..."
"Maka dari itu apa?" Potong sutradara dengan membentak Sonya.
"Jangan terus memaksakan dirimu. Ada ratusan bahkan ribuan orang berbakat yang Pelangi Entertainment naungi, aku tidak perlu susah susah mempertahankan mu, aku bisa mencari orang lain. Jika kamu merasa dunia ini tidak adil, maka lawanlah dunia itu dengan berlatih keras. yang kamu bilang barusan benar, kemauan bisa mengalahkan bakat dengan terus latihan, maka kamu akan mulai terbiasa." Tambahnya.
Diruangan lain, Shania mengendap ngendap masuk kedalam ruang pembuatan Naskah Film. Didalam sana sudah ada lima orang penulis yang masing masing pernah mendapatkan penghargaan sebagai penulis dengan penjualan karya terbanyak tiap tahunnya. Kedua mata Shania menjelajahi isi ruangan, semua penulis sibuk mengerjakan tugas pembuatan naskah Skenario Film. Tepat lima langkah dari arah kanan Shania, ia melihat sosok wanita yang agak kumel, rambutnya tidak tertata dengan rapih, kelopak matanya pun membersar, bahkan ruangannya pun tidak terurus, cup mie instan serta kaleng minuman bersoda berserakan. Walau begitu, sosok yang dilihat Shania merupakan penulis yang hebat dan sudah mendapat banyak penghargaan.
Penulis tersebut masih belum mengetahui keberadaan Shania yang tepat ada dibelakangnya. Tatapannya sungguh tajam menatap layar monitor, kemudian pikirannya melantur tidak jelas. "Dengan kedua tangan ini, aku akan membuat Film Indonesia maju dan berkualitas. Mereka yang tidak tahu seni tidak akan bisa melawan ku, mereka hanya mengutamakan dan menyiarkan genre genre cinta yang sudah muak aku tonton. Diruangan ini, saat ini juga, aku akan membuat sebuah genre yang bahkan jarang sekali ditemui di perfileman Indonesia. Aku memadukan naskahku antara perasaan, hayati, kenyataan serta pendirian. Dunia ini ada didalam genggamanmu, maksudku genggamanku. Hahaha..." Ucapnya sambil terbahak bahak dengan ekspresi bangor.
Shania merasa segan bertemu dengan penulis tersebut, ia menghampirinya perlahan. Dengan perasaan malu serta gugup, Shania memberanikan dirinya untuk bertemu. "Emm.. Maaf mengganggu." Penulis tersebut menoleh Shania tajam. "Ada apa? Apa kamu tidak lihat aku sedang sibuk menulis naskah?" Katanya tak acuh.
"Tolong ajarkan aku menulis, Guru!" Pekiknya. Lantas penulis itu terkejut. "Gu.. Gu .. Guru? tadi kamu bilang guru?" katanya girang. Shania menggangguk. "Iya, Guru. aku sangat mengagumi semua karyamu. Aku bahkan mengoleksi setiap Novel yang anda tulis. Aku tidak pernah ketinggalan dalam mengoleksi semua karya mu."
Dengan perasaan tidak percaya, penulis itu memegang kedua bahu Shania. "Panggil saja aku nyonya Lia. Baru kali ini aku mempunyai murid. Jadi, apa benar kamu tertarik dalam pembuatan naskah? Bidang apa yang sudah kamu jalankan sebelumnya?" Tanyanya pada Shania.
"Aku sangat tertarik dalam pembuatan naskah. Saat ini baru satu bidang saja yang aku jalankan, yakni bidang musik bergenre pop bernama JKT48 dan merupakan saudari AKB48 di Jepang. Kalo memang nyonya Lia mau mengajarkan ku, aku akan mengatur jadwalku, padi sampai siang aku bersekolah, sorenya aku ada jadwal Theater, dan malam mungkin aku ada latihan. hmm ... Rabu, kamis dan sabtu pada malam hari aku tidak ada jadwal sama sekali. Maukah kamu mengajariku?" Kata Shania.
Kemudian Nyonya Lia memegang erat kedua telapak tangan Shania, wajahnya menunjukkan angan angan yang tinggi pada Shania. "Dengan kedua tangan ini, mari kita sama sama mengubah dunia yang membosankan ini dengan sesuatu yang berbeda." Lantas Shania menggangguk antusias.
Beberapa saat kemudian ...
Dengan mulut cemberut, Sapu ijuk ditangan kanannya, serta plastik besar berisikan bungkusan sampah makanan, Shania mengeluh. "Tidak seperti ini juga kali. Kenapa aku harus membersihkan ruangan Nyonya juga? Dan kenapa tugasku hanya merevisi naskah yang sudah jadi saja?"
Dengan santainya Nyona Lia membalas. "Sudah jangan banyak mengeluh. Jika kamu ingin mengambil hati seseorang, kamu harus membuat orang itu merasa senang serta nyaman. Aku akan mengajarkanmu secara perlahan nanti."
***
Sudah tiga hari ini hujan lebat disertai petir pada malam hari sering sekali terjadi. Langit sungguh kelam, percikan kilat datang dengan cepatnya, disertai gemuruh petir yang menyebabkan daratan bergetar. Dibalkon apartemen milik Haruka, Shiva berdiri memandang langit yang suram. Ia merasa kehidupan yang ia jalani masih belum seperti yang ia harapkan. Mau tidak mau kita harus menerima kenyataan bahwa manusia tidak lepas dari yang namanya keserakahan, kesandiwaraan, serta kebohongan.
Shiva memang sudah mengubur rasa balas dendamnya dalam dalam, namun hatinya tetap merasa tidak tenang. Ia selalu dibayang bayangi rasa kegelisahan akan hidupnya, entahlah apa yang membuatnya bisa merasa tidak nyaman seperti itu.
Saat aku kecil dulu, Ibu pernah bilang bahwa aku harus menjadi orang yang sukses. Aku harus menjadi orang yang dikagumi, dipuji dan disenangi oleh orang banyak. Saat ini aku masih belum bisa mencapainya, Bu. Tetapi, aku akan berusaha menepati janjiku padamu. Pertama tama, aku akan mencari sebuah modal dengan bekerja bersama temanku saat ini, jika ada modal maka aku akan lebih mudah menjalankan apa yang aku mau dalam mengejar tujuanku. Kali ini, aku berjanji tidak akan ada air mata disekitarku.
Aku sudah memikirkannya matang matang, aku sudah mempunyai jalan untuk menaklukan dunia ini. Aku akan berada ditengah tengah topeng kesandiwaraan, aku tidak tahu bahwa trik yang aku gunakan kotor atau tidak, namun aku akan balas sandiwara dengan sandiwara.
Shiva berdiri terpaku ditempatnya. Sudah satu minggu ini hidupnya dibayang bayangi oleh penguntit, lagi lagi ia melihat sosok wanita berambut panjang yang ada di kursi taman bawah sana. Sesaat kemudian ponsel Shiva bergetar, ia segera membaca sebuah pesan baru.
"Kamu tidak akan bisa hidup tenang setelah membuangku pahit pahit. Kamu menelantarkanku, kamu tidak pernah sedikitpun memperhatikanku dan menjagaku. Akan aku pastikan hidupmu akan sama menderitanya denganku." Begitulah isi pesan tersebut.
Setelah membaca pesan tersebut, Shiva memandang sosok wanita itu. Dia jadi binggung. Ia mengira ngira bahwa pesan yang barusan datang berasal dari wanita ditaman itu. Shiva bergegas turun menggunakan lift. Ditangah hujan yang lebat, dalam hitungan detik semua tubuhnya basah kuyup. Ia berlari ketempat wanita barusan singgah. Mereka berdua sama sama dibawah guyuran hujan dan petir yang besar.
Wanita misterius tersebut menundukkan kepalanya, sulit bagi Shiva menatap wajahnya, dan rambut panjangnya yang basah menutupi sebagian mukanya. Shiva menuruni sebagian tubuhnya dan menatapnya, tetap ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dan tidak sengaja pandangannya jatuh pada sebuah tanda lahir tepat dileher wanita yang ada dihadapannya. Sepertinya ia mengenal dengan tanda itu, Shiva kembali mengingat ngingat.
Dan seketika tubuhnya mendadak bergetar, Shiva tercengang, matanya membelalak menatap wanita itu. "Ka.. ka ..Ka.. Kamu ... Tidak mungkin!" Sesegera Shiva meninggalkan tempat itu, namun lenggan Shiva ditarik paksa dan dikunci kuat agar Shiva tidak melarikan diri.
"Benar! Aku adalah kakakmu yang kamu tipu. Kamu menyembunyikan fakta bahwa orang tua kita mengalami kecelakaan dengan berpura pura mengatakan bahwa mereka sedang berada disuatu tempat untuk menjalankan bisnis. Setelah kecelakaan itu terjadi, sesegera kamu mendatangi sekolahku dan berkata bahwa kedua orang tua kita pergi keluar kota untuk menjalankan bisnis. Sedangkan kamu membawaku paksa ketempat rumah panti asuhan yang sangat jauh. Aku masih bisa percaya padamu, tetapi mengapa sudah bertahun tahun Ibu dan Ayah tega menelantarkan anaknya dengan begitu mudah."
Shiva bertemu dengan kakak kandungnya sendiri, yakni Akicha. Ia masih tercengang, serta gugup. "Ka..Kak...Kak Akicha mohon dengar penjelasanku."
"Sudah lima tahun lamanya, lima tahun adalah waktu yang cukup lama. Aku mencari tahu apa yang sedang terjadi, aku melarikan diri dari pantu asuhan yang sudah memperlakukanku dengan kejam. Dan aku harus menerima kanyataan bahwa Ibu dan ayah sudah tiada. Dan sekarang aku masih harus dengar penjelasanmu itu?" Teriak Akicha ditengah tangisnya.
Shiva tampak berkaca kaca, Ia berusaha menjelaskan pada Kakaknya. "Aku hanya tidak ingin kamu terluka mendengar kejadian itu. Saat kenaikan kelas, aku minta dibelikan tas baru pada Ayah, dan hari esoknya Ayah dan Ibu menuruti kemauanku untuk membeli tas. Namun saat perjalanan kembali kerumah, Ayah dan Ibu mengalami kecelakaan. Aku merasa bersalah, aku tak henti hentinya menangis."
Dan kemudian Akicha memegang bahu Shiva kuat kuat, pandangannya begitu tajam. "Apa kamu tahu kehidupan seperti apa yang sudah aku lalui di panti itu? Mereka memperlakukanku layaknya binatang, mereka memperkerjakanku seperti pelayan. Mereka merendahkanku, menginjakku dan memukuliku. Tubuhku sudah mau hancur bila terus berada disana. Dan kini, aku masih harus menerima berita bahwa Ibu dan Ayah ..." Akicha tidak sanggup melanjutkannya, Ia menangis hebat, Ia merasa tidak terima. hatinya begitu terpukul.
Tepat dibelakang mereka berdua, Haruka memperhatikan dengan perasaan prihatin. Haruka terbangun saat Shiva membuka pintu apartemennya dengan kencang. Seperti dugaan Haruka, Shiva adalah orang yang penuh penderitaan, terlihat jelas pada pancaran wajahnya saat menatapnya.
Begitu banyak orang orang yang menderita didunia ini. Aku begitu sadar bahwa Sebuah kekayaan atau suatu pangkat tidak ada artinya dibanding kebersamaan. Kehidupan yang mereka jalani penuh liku dan penderitaan. yang satu berusaha membuat kakaknya tenang dengan menyembunyikan berita perihal kedua orang tuanya, dan yang satu berusaha memahami keadaan orang tuanya dengan menuruti apa kemauan adiknya untuk tinggal disebuah panti asuhan. Dan mau tidak mau pada akhirnya mereka berdua harus menerima kenyataan pahit.
Haruka menghampiri keduanya, ia melindungi keduanya dengan payung besar yang ia pegang.
Tidak lama kemudian ...
Shiva serta Akicha ditempatkan diruang santai diatas sofa yang hangat di apartemen miliknya, Dimeja sudah tersedia dua cangkir teh hangat. Rambut masing masing dari keduanya masih terlihat basah, walau sudah diselimuti oleh handuk tebal disekujur tubuhnya, mereka masih terlihat menggigil. Keduanya sama sama berwajah mendung. Tak tampak keberadaan haruka saat itu, Haruka sengaja menghindar agar keduanya merasa nyaman mengobrol.
"Apa kamu merasa bahagia setelah melakukannya? Kini kamu hidup mewah serta bahagia disini, bukan? Sedangkan aku ..."
Shiva memotong omongan Akicha. "Ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku juga sama menderitanya denganmu. Hidupku seperti penuh dengan kutukan, tiap jam nya aku tidak pernah merasa nyaman. Setiap apa yang aku lakukan selalu berakhir tragis. Aku bahkan pernah ingin mengakhiri hidupku dengan cara keji. Kalau saja tidak ada yang menghalangiku saat itu, mungkin aku tidak akan berada disini."
Akicha terisak. "Mereka masih sama sama yang melahirkan kita, namun kenapa kamu tega menyembunyikan kepergiannya? Aku bahkan belum sempat berdoa untuk Ibu dan juga Ayah, aku juga belum pernah menghadiri pemakamannya. Kenapa kamu tega sekali, kenapa ... Kenapa! Cepat jawab aku!" pekik Akicha dengan wajah kesalnya, ia pun memukul mukul bahu Shiva dengan keras. Shiva sadar bahwa ia telah mengambil langkah yang salah, pemikirannya saat dulu tidak seperti pemikirannya yang sudah dewasa seperti sekarang.
Shiva pun termakan suasana, Ia ikut menangis melihat kakaknya menderita. "Aku minta maaf, sungguh ..."
Akicha kembali menceritakan kehidupan pahitnya. "Aku berdiri ditengah orang orang yang suatu saat bisa menginjakku, Aku merasa aku sedang berada dineraka, Aku tidak sanggup terus berada dipanti asuhan itu, Aku berhasil melarikan diri dan tinggal disebuah Stasiun kereta api ditengah udara malam hari yang begitu dingin. Dan saat aku mengunjungi rumah lama kita, tidak nampak keberadaanmu disana, rumah itu sudah ditempati oleh pemilik baru. Aku mencoba menghubungi tetangga lama kita, mereka bilang kamu tinggal disebuah kosan. Aku segera mendatangi kediamanmu, dan hatiku sungguh ambruk begitu mendegar bahwa kamu hidup sendiri dan bahkan kamu berbohong pada semua orang kalau kamu tidak mempunyai saudara. Apa kamu ingin aku lenyap dari dunia ini?"
Shiva mendekap erat tubuh kakaknya itu, air matanya terus mengalir. "Aku sama sekali tidak berniat melupakanmu, hanya saja aku begitu takut jika suatu saat aku akan bertemu denganmu setelah kebohongan yang aku ucapkan padamu mengenai orang tua kita. Aku terpaksa berbohong pada semua orang, jika aku jujur mereka akan terus menanyai keberadaanmu, aku binggung harus bilang apa pada mereka, maka dari itu aku berbohong pada mereka bahwa aku adalah anak satu satunya. Kak... Kini kita sudah bersama sama, maukah kakak tinggal bersamaku?"
Daribalik tembok kamar apartemennya, Haruka bersandar mendengarkan percakapan Shiva dengan Akicha. Haruka pun ikut terpukul hatinya setelah mengetahui bahwa Shiva mempunyai saudara kandung setelah sebelumnya Shiva berkata bahwa ia hidup seorang diri.
Kebohongan hanya akan membuat segalanya terasa sulit. Kebohongan membuat luka muncul setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kebohongan bukanlah suatu jalan pintas agar semuanya membaik, namun dengan adanya kebohongan, itu hanya akan membuat goresan luka semakin melebar. Aku akan memaklumi kebohongannya untuk saat ini, namun jika Ia mengulanginya, aku tidak bisa mempertahankan kepercayaannya. Ujar Haruka dalam hatinya.
BERSAMBUNG....
Untuk melihat daftar isi Novel JKT48 (Experiance Of Jewel) bisa klik, disini
0 komentar:
Posting Komentar